Istilah
proses kreatif biasanya hanya identik dengan kesenian saja. Penggubahan karya,
desain bentuk, dan rancang bangun benda, selalu dihubungkan dengan proses
kreatif, proses “penciptaan” yang dilakukan oleh seorang penggubah, seniman. Sebuah
buku yang berjudul The Creative yang ditulis oleh Ghiselin (1983),
seorang profesor pada Universitas Utah, Amerika Serikat, isinya membahas
peramasalahan proses kreatif secara lengkap. Proses kreatif tersebut di
antaranya dalam bidang matematika, fisika, biologi, seni musik, seni rupa, seni
sastra, dan psikologi, dikemukakan Ghiselin melalui contoh-contoh pengakuan,
surat, tulisan, analisis, maupun hasil wawancara. Kondisi pikir, rasa, dan urut-urutan
kegiatan dalam penggubahan karya, apapun bentuknya, pada kenyataannya mengikuti
alur proses yang sama. Proses kreatif seseorang diawali dengan adanya dorongan
tenaga mujarad yang membimbing seseorang untuk melakukan sesuatu.
Proses kreatif adalah jalan penggubahan.
Sebagai contoh misalnya seorang novelis yang menceritakan ketika ia akan
melahirkan sebuah novel, menerima desakan pada ruang kesadarannya, pikir dan
rasanya, agar segera merealisasikan “bisikan” tersebut menjadi tulisan. Kondisi
keberuntungan tersebut tidak selamanya bisa dialami sang novelis. Pada saat
bimbingan gaib itu tidak ada, sang novelis merasakan kesulitan yang berat untuk
membuat rangkaian kalimat. Apalagi untuk membuat cerita lengkap dengan berbagai
plot, konflik, dan penjiwaan tokoh ceritanya.
Penggubahan karya hanya bisa secara
mulus dilakukan oleh seseorang yang sudah biasa terlatih melakukan penggubahan.
Seperti seorang pelukis, ia bisa terdorong keinginannya untuk berkarya ketika
melihat karya buatan pelukis lainnya. Begitu pun dengan pelaku bidang-bidang lainnya, selalu tersentuh
hatinya jika berhadapan dengan karya-karya sesuai bidang yang ditekuninya.
Sumber
inspirasi yang lain adalah sesuatu yang dicari, diupayakan secara
terus-menerus. Melalui jenis pencarian tersebut didapatkan pengembangan,
penemuan bentuk baru, pemalihan rupa, penggabungan model, dan sejenisnya. Ini
juga bisa dikategorikan sebagai bentuk jalan proses kreatif.
Keseduniaan,
globaliasasi, dan istilah sejenis, telah dijadikan alasan penting dalam
menerima aneka perubahan arus besar dari dunia luar. Nilai budaya asing begitu
mudah dan nikmat diserap secara sadar oleh hampir semua lapisan masyarakat
terpelajar. Kesopanan pun telah mulai diruntuhkan dalam aneka sinetron
garapan masyarakat teater Indonesia, demi meniru secara sadar sinetron gaya
Mexico yang telah lebih dahulu disukai masyarakat penonton.
Pengembangan
bidang pariwisata, lebih khusus di Bali, telah lama memberi pengaruh besar
kepada pertumbuhan pola pikir baru dalam penggubahan karya seni kriya. Sejumlah
bentuk baru mengilhami para perajin sejalan dengan tuntutan para wisatawan.
Proses kreatif para perajin Bali mulai banyak berubah mengikuti pola perubahan
lingkungannya, lingkungan pariwisata yang melibatkan banyak produk asing dan
orang asing.
KOMENTAR : Prose jalan kreatif di
zaman sekarang ini bisa muncul dari berbagai sumber, misalnya saja sesuatu yang
dicari, diupayakan secara terus-menerus. Melalui jenis pencarian tersebut
didapatkan pengembangan, penemuan bentuk baru, pemalihan rupa, penggabungan
model, dan sejenisnya. Budaya luar yang diserap oleh masyarakat, pelajar,
ataupun para seniman juga menyebabkan banyak pergeseran budaya dan pertumbuhan
pola pikir baru dalam penggubahan karya seni kriya. Namun, yang menjadi
permasalahan adalah bentuk perilaku masyarakat jhususnya pelajar yang telah
mengalami pergeseran sesuai dengan budaya barat. Misalnya saja kesopanan yang
dimiliki para pelajar mulai menurun. Hal ini tentu saja akan memberikan dampak
yang kurang baik bagi calon-calon generasi penerus bangsa nantinya. Oleh sebab
itulah, setiap bedaya asing yang masuk harus disaring terkebih dahulu agar
sesuai dengan budaya yang kita anut agar tidak menimbulkan kontraversi. Semasih
budaya tersebut bisa menguntungkan dan memberikan dampak yang positif kita
harus menerimanya dengan tangan terbuka, namun jika budaya tersebut bisa
mencoreng identitas Indonesia maka kita hendaknya bisa memilah dan memilihnya.
Dalam seni juga demikian, setiap seni yang muncul haruslah seni yaang
bertanggung jawab sehingga seni tersebut tidak menimbulkan kecaman dari
masyarakat sekitar.
0 komentar:
Posting Komentar